Surabaya, (bisnisnasional.com) – Saat ini pemerintah masih memiliki target yang jadi prioritas yakni menurunkan angka stunting dan gizi buruk di Indonesia. Pasalnya. Presiden Joko Widodo menargetkan penurunan hingga dibawah 14 persen pada tahun 2024. Sementara, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen. Berbagai strategi nasional telah ditetapkan pemerintah sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Peraturan Presiden No 72 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan target penurunan hingga 14 persen pada 2024.
Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga telah menjalankan sejumlah program seperti Bapak Asuh, Dapur Sehat, Pendampingan Calon Pengantin, Kelas Pengasuhan Bina Keluarga Balita (BKB). Meski demikian, upaya-upaya pencegahan stunting berupa edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat perlu terus menerus di lakukan. Salah satunya adalah dengan melibatkan generasi muda dan milenial menjadi agen of change di masyarakat.
Ketua Harian Yayasan Abhipraya Indonesia (YAICI), Arif Hdayat mengatakan, mahasiswa merupakan pondasi masa depan terkait edukasi dan literasi gizi yang baik untuk masyarakat. Pihaknya sudah melakukan penelitian selama 5 tahun terkait gizi terutama kental manis. “Saat ini, YAICI coba mensasar generasi muda sebagai calon penerus masa depan Indonesia terkait peningkatan literasi gizi terlebih kental manis,” jelasnya saat diskusi media di Paper Cups Kayoon Surabaya, Selasa (13/9).
Ia menambahkan, YAICI telah sejak lama melakukan edukasi gizi dan memiliki perhatian terhadap persoalan stunting dan gizi buruk, terlebih dengan mencuatnya polemik susu kental manis yang membuat BPOM akhirnya mengatur penggunaan produk dengan kandungan gula yang tinggi ini ke dalam PerBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label dan Pangan Olahan. Dalam kebijakan tersebut, terdapat dua pasal yang menjelaskan bahwa kental manis adalah produk yang tidak boleh dijadikan sebagai pengganti ASI dan dikonsumsi oleh anak diawah 12 bulan, serta aturan mengenai label, iklan dan promosinya.
Sementara itu Pegiat Literasi, Maman Suherman menjelaskan, untuk mencapai Generasi Emas 2045, banyak hal yang perlu disiapkan. Pertama, terkait persoalan stunting yang masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika literasi gizi jelek, maka bonus demografis akan menjadi ancaman bagi masyarakat. “Edukasi gizi yang diadakan YAICI menjadi salah satu cara pendekatan kepada generasi milenial bahwa literasi gizi sangat penting, karena masih banyak yang salah sangka bahwa kental manis itu susu, padahal bukan. Kental manis bukan susu,” pungkasnya. (in)