Surabaya, (bisnisnasional.com) – Karya seni lukis tidak selalu dijumpai dalam sebuah galeri khusus. Kali ini sebanyak 27 pelukis baik pria dan wanita dari berbagai daerah seperti Bogor, Yogya, Wonogiri, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Kediri, Blitar, Jember, Banyuwangi sampai Bali memamerkan karya mereka dalam pameran lukisan bertajuk “The Spirit of Rama Shinta” yang bertempat di Hotel ibis Styles Surabaya Jemursari, mulai 16 Februari hingga 14 Maret 2021.
Tema “The Spirit of Rama Shinta” yang sengaja dipilih sebagai lambang semangat kekuatan kasih sayang seperti halnya kisah Rama dan Shinta dalam cerita Ramayana, mengilhami untuk terus berkarya walaupun dalam masa pandemi yang serba sulit ini.
General Manager ibis Styles Surabaya Jemursari, Ricky Coen Arifin mengatakan, pameran “The Spirit of Rama Shinta” diharapkan mampu memberikan semangat baru dalam menghasilkan karya seni yang bernilai seni tinggi dan bisa diapresiasi dengan baik oleh para pecinta lukisan di Surabaya bahkan di Jawa Timur.
Salah satu pelukis yang turut ambil bagian dalam gelaran tersebut yakni Lian M Margareta, menyampaikan bahwa pameran itu diadakan dalam rangka memperingati hari kasih sayang atau yang populer disebut Valentine’s Day. “Dan kasih sayang itu pula yang mampu menyatukan lukisan-lukisan dari berbagai aliran yang berasal dari Jawa hingga Bali,” ujarnya.
Ia juga memberikan penjelasan mengapa tema yang diangkat kali ini adalah “The Spirit of Rama Sinta” dikarenakan hal tersebut sebagai lambang semangat kekuatan kasih sayang seperti hal nya kisah Rama Sinta dalam cerita Ramayana yang mengilhami untuk terus berkarya walaupun dalam masa pandemi yang serba sulit ini.
Lian membawa dua buah lukisan, yang pertama berjudul the spirit Rama Sinta on pandemi, sedangkan kedua adalah Our Life and Mask. Ketika ditanya tentang apa makna dari lukisannya tersebut, dirinya menjelaskan bahwa Lukisan Our Life and Mask mempunyai arti sebuah fenomena manusia yang sering menutupi ketidaksempurnaan dalam dirinya seakan menggunakan topeng.
“Selain itu, memiliki pesan yakni cintailah keunikan dan potensi yang ada dalam diri kita. Karena setiap manusia pasti punya plus minusnya masing-masing, jadi jangan terlalu ditutupi karena semuanya Anugerah dari Tuhan,” tambah pelukis kelahiran 1989 ini.
Tak dipungkiri bahwa masa pandemi ini juga berdampak kepada mereka para pekerja seni.
Ia menyampaikan bahwa selama pandemi ada sedikit perbedaan yaitu terjadi penurunan daya beli terhadap lukisannya. Kemudian juga tidak adanya kegiatan pameran lukisan selama awal masa pandemi.
Kini setelah hampir satu tahun pandemi, perlahan geliat bisnis khususnya seni rupa mulai bangkit kembali. Terbukti dengan digelarnya pameran lukisan bertajuk “The Spirit of Rama Shinta” ini. Lian berharap dari kegiatan tersebut, seni rupa mampu menjadi oase yang menggairahkan di tengah efek pandemi covid 19.
Kedua, seni rupa dan para pekerja seni perlu mendapat perhatian khusus dari kementerian ekonomi kreatif, supaya seni rupa Indonesia bangkit kembali dan menjadi perhatian masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Di masa pandemi ini umumnya banyak orang fokus bagaimana mereka bisa bertahan hidup dan makan. Pun demikian dengan para pekerja seni, juga harus bisa bertahan hidup dan bisa makan dari hasil karya seninya. Bantuan dari kementerian ekonomi kreatif sangat berharga, agar para pekerja seni bisa lebih kreatif dalam berkarya dan dalam membangun sistem keekonomian mereka.
Ketiga, spirit Rama Sinta yang merayakan cinta sebagai inti hidup, menjadi semangat dalam berbangsa, dan dalam menjaga tradisi kultur ke Indonesiaan.
“Planning ke depan, pameran menjadi Bazaar seni. Artinya pameran menjadi ajang lelang karya seni. Bukan hanya sekedar memamerkan lalu selesai begitu saja,” tutup Lian. (indra)