Surabaya, (bisnisnasional.com) – Sudah beberapa pekan ini harga daging ayam mengalami kenaikan cukup tinggi. Per kilo melambung hingga Rp 38.000 sampai Rp 40.000. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Perwakilan Daerah Surabaya bersama Polda Jatim dan Dinas Peternakan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) melakukan sidak terkait harga komoditas pangan tersebut dibeberapa pedagang.
Kepala KPPU Kantor Perwakilan Daerah Surabaya, Dendy Rakhmad menjelaskan, kegiatan survey kali ini dilakukan disalah satu pasar tradisional di Surabaya. Berdasarkan data Pasar wonokromo satu dari empat pasar yang menjadi acuan trend menurun untuk ayam.
“Setelah dilakukan sidak, bahwa harga daging ayam memang mengalami kenaikan. Sama-sama kita lihat harganya mengalami kenaikan. Harga memang fluktuatif, bisa bergeser ketika kondisi tidak terlalu laku maka pedagang akan menurunkan harga tersebut,” katanya.
Dengan kondisi Jatim sebagai lumbung pangan nasional harusnya aman. Informasi yang kita dapat dari Peternakan, ketersediaan memang cukup. Namun beberapa faktor memang terjadi kenaikan tersebut. Seperti misalnya pedagang harganya naik karena memang ambilnya naik.
Ditanya terkait besaran harga kenaikan, Dendy menjelaskan kalau dibandingkan Peraturan Mentri Perdagangan (Permendag) no 58 tahun 2018, harga acuan ditingkat peternaik Rp 19.000 sedangkan harga dihilir atau harga jual kekonsumen Rp 32.000. “Dan harga kekonsumen lebih tinggi dari harga acuan yakni 38 ribu rupiah karena ternyata di tingkat peternak harga juga naik,” terangnya.
“Jadi kita melihat secara hulu dan hilir, kita jangan menyalahkan pedagang saja atas kenaikan tersebut,” lanjutnya.
“Harga untuk pasar tradisional ini cendering tidak stabil. Berbeda dengan retail modern yang cenderung stabil. Perlu adanya upaya dipasar tradisional supaya harga bisa stabil,” saran Dendy.
Terkait sidak tersebut, Kasubid I Ditreskrim Satgas Pangan Polda Jatim, AKBP Rama Samtama Putra, turun bersama dalam rangka mencari dan mengumpulkan bahan keterangan naiknya daging ayam tersebut. “Dari hasil sidak dengan KPPU dan dinas terkait, kami belum menyimpulkan karena kalau diambil sampel dari pedagang saja terlalu prematur belum cukup. Kita mencari lagi dari hulu sampai hilir,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Pemasaran, Pengolahan Hasil Peternakan, Yudi Hendri menjelaskan, jika melihat dari stok ayam sebenarnya ketersediaan cukup. Namun ada beberapa faktor yang memicu kenaikan. Diantaranya regulasi, bantuan pangan non tunai serta beberapa lainnya.
“Pertama Regulasi yang sedikit mempengaruhi ketersediaan yakni pembatasan pakan tidak boleh diberi antibiotik dan zat pengatur tumbuh. Tapi itu pengaruhnya hanya sedikit. Kemudian program dari Kemensos yakni bantuan pangan non tunai yang juga sedikit berpengaruh terhadap pasokan yang ada. Lainnya lagi, faktor “panic buying”, yang mestinya cukup tapi karena masyarakat takut tidak cukup akhirnya memacu barang yang sebenarnya tidak bergerak jadi ikut bergerak,” bebernya.
Ditanya terkait ketersediaan pangan, Yudi menjawab cukup. Indikator yang paling gampang adalah barangnya ada. Dan Jika terjadi kelangkaan, otomatis barang itu tidak ada dilapangan.
Ditambah Perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Tri yang juga ikut turun langsung di Pasar Wonokromo, menanggapi terkait kestabilan harga seperti dipasar modern perlu banyak upaya. Apalagi terkait rantai distribusi. Rantai distribusi untuk pasar tradisional panjang, sementara Swalayan pendek dan jelas. Tentunya hal tersebut sangat mempengaruhi harga yang diterima konsumen.
“Membahas pengaruhnya dari rantai distribusi tersebut, nanti kita bahas secara intensif. Karena banyak pihak yang bersangkutan, kita juga harus berbicara dengan para stakeholder terkait upaya tersebut,” pungkasnya. (nisa)