Donggala, (bisnisnasional.com) – Meski Indonesia sedang mengalami pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, namun hingga kini, masih terdapat sedikitnya tiga kabupaten di Sulawesi Tengah yang masuk daftar wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal), salah satunya Kabupaten Donggala.
Wilayah-wilayah tersebut sering menghadapi tantangan, termasuk kurangnya akses ke pembiayaan dan modal, terbatasnya infrastruktur dan layanan pendukung, distribusi sumber daya dan peluang yang tidak merata, serta rendahnya tingkat kewirausahaan dan keterampilan bisnis.
Begitulah yang dirasakan oleh Masani (Ani) Ahmad, pemilik Tyanral Celluler di Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, yang telah jatuh bangun dalam mengembangkan usaha. Setelah “banting setir” dari usaha bengkel yang bangkrut pasca bencana gempa pada September 2018 silam, Ani kini beralih ke ranah digital dengan menjalani usaha kios pulsa yang terus menunjukkan perkembangan.
Pelajaran pahit dari gempa dan tsunami Donggala dan Palu serta kehilangan suami pada 2020 mengajarkannya tentang membangun kembali kehidupan keluarga dari keterpurukan bencana.
“Saya telah menggunakan seluruh tabungan untuk renovasi rumah dan harus menghadapi tantangan dalam hal biaya hidup yang tinggi. Namun, ini mendorong saya untuk membuka kios yang menawarkan pembayaran produk digital seperti pulsa, token listrik, BPJS, PDAM, dan Voucher Game dengan modal seadanya,” katanya.
Ia mengaku kesulitan mendapatkan akses ke pembiayaan, masalah yang juga dirasakan oleh pelaku UMKM lainnya di Sulawesi Tengah. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang diluncurkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Provinsi Sulawesi Tengah masih termasuk salah satu provinsi dengan indeks inklusi yang terendah sebesar 78,44% dari segi ketersediaan akses berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan. Masih jauh dari rata-rata indeks inklusi keuangan Indonesia yang telah mencapai 85,1%.
Untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan bagi UMKM, masyarakat di wilayah 3T dapat memanfaatkan teknologi digital dan model-model pembiayaan inovatif seperti crowdfunding, micro-financing, dan layanan peer-to-peer (P2P) lending yang disediakan oleh fintech. Saat ini juga terdapat sebuah produk keuangan bernama buy now pay later (BNPL) yang sedang populer di Indonesia.
Sejak 2019, BukuWarung berperan dalam mengakselerasi inklusi keuangan, mempercepat proses, serta meningkatkan kenyamanan pelanggan. Dalam rangka terus menguatkan kepercayaan pengguna dalam transaksinya, kini BukuWarung mengintegrasikan produk BNPL berupa ‘Talangin Dulu untuk Produk Digital’ ke dalam aplikasinya.
Bekerja sama dengan mitra-mitra yang telah mendapatkan izin OJK sebagai fintech peer-to-peer lending, fitur baru ini membantu pemilik usaha kecil mendapatkan pembiayaan langsung untuk produk digital mereka, tanpa perlu modal di muka. Fitur ini juga membantu mereka menjangkau lebih banyak pelanggan.
“Saya memilih berjualan produk digital karena perputarannya lebih cepat dan pasti menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitar. Dengan Talangin Dulu BukuWarung, sekarang saya dengan mudah membeli stok produk digital dan meningkatkan penjualan. Integrasi aplikasi BukuWarung yang mulus memungkinkan saya untuk terhubung langsung dengan pemasok, sehingga pelanggan datang lagi ke kios saya untuk membeli berbagai produk digital,” kata Ani lagi
Melihat potensi ekonomi daerah yang sangat besar, VP Strategic Partnership, Compliance and Legal BukuWarung, Romy Williams memandang UMKM di daerah 3T membutuhkan perhatian lebih, khususnya dalam transformasi digital untuk menunjang pengembangan inklusi dan literasi keuangan.
Seperti Ibu Ani, pihaknya berharap akan ada lebih banyak kisah sukses yang membuktikan dampak transformasi digital dan akses layanan jasa keuangan bagi para pemilik usaha kecil, termasuk di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal.
“Bersama-sama kita dapat menciptakan ekonomi yang lebih adil dan inklusif, mendorong pembangunan berkelanjutan dan mengurangi kesenjangan di seluruh wilayah di Indonesia,” tutup Romy. (in)