Surabaya, (bisnisnasional.com) – Dalam memperkuat kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait perubahan atau amandemen Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999, tentang larangan tindak monopoli dan persaingan usaha tidak sehat segera di realisasikan di DPR.
Amandemen tersebut penting agar KPPU menjadi semakin kuat secara kelembagaan dan kinerjanya menjadi maksimal. Komisioner KPPU, dalam acara Forum Jurnalis di kantor KPPU Kota Surabaya, Rabu (07/12/16), Munrokhim Misanam mengatakan, harapannya dengan perubahan tersebut akan segera selesai di akhir Januari 2017 sehingga bisa segera diimplementasikan.
“Ada enam poin utama yang akan diubah dalam unsnag- undang tersebut. Pertama soal kelembagaan. Selama ini, KPPU adalah lembaga independen yang hanya bertanggung jawab kepada presiden dan keberadaan pegawainya menjadi tidak jelas. Akibatmya, banyak pegawai KPPU yang sudah didik keluar dan bekerja di perusahaan hukum atau perusahaan lainnya karena iming-iming gaji tinggi. Ada juga yang masuk di Komisi Pemberantas Korupsi (KPK),” ujarnya.
Perubahan kedua, tentang definisi pelaku usaha. Dalam UU lama, yang namanya pelaku usaha adalah perusahaan yang ada di dalam negeri. Sehingga KPPU tidak bisa menjangkau perusahaan asing yang berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Misalkan perusahaan asing yang produknya di jual di Indonesia dalam jumlah yang banyak.
“Ini dialami oleh KPD Batam, dimana ada perusahaan ferry cargo rute Batam Singapura yang melakukan monopoli dan merugikan konsumen. Akibatnya, KPPU tidak bisa menjangkau. Tatapi dengan UU baru ini, KPPU bisa menjeratmya,” terangnya.
Ketiga adalah permasalahan marger atau akuisisi. Dalam UU lama, kewajiban untuk melapor tentang keputusan marger dan akuisisi dilakukan setelah marger dilakukan. Sementara pada draf yang baru, marger dan akuisisi harus dilaporkan sebelumnya. Ini dinilai akan lebih menguntungkan dan mempermudah pengusaha.
“Bayangkan saja, jika dua perusahaan sudah melakuman marger melapor kepada KPPU dan ternyata tidak disetujui oleh KPPU, maka untuk mengembalikannya seperti semula itu sangat sulit. Ibaratnya, nasi sudah terlanjut jadi bubur,” ungkapnya.
Adapun perubahan ke empat adalah soal kewenangan tambahan. KPPU berharap pemerintah akan memberikan kewenangan tambahan, seperti melakukan sita dan geledah. Karena sejauh ini KPPU tidak memiliki kewenangan tersebut yang akhirnya berimbas pada lamanya waktu penyelidikan.
Perubahaan ke lima adalah soal denda. Denda yang diwajibkan kepada pelaku pelanggaran, akan diubah menjadi sebesar 30 persen dari total penjualan dari sebelumnya yang hanya sekitar Rp 25 miliar.
“Bagi pengusaha, uang 25 miliar rupiah itu kecil, dibandingkan dia kehilangan customer mending kehilangan uang segitu. Karena keuntungan yang mereka dapatkan jauh lebih banyak sehingga perusahaan tersebut menjadi meremehkan denda,” pungkasnya. (diyah)