Diskusi Peningkatan Pemahaman Pengarustamaan Gender Bagi Lembaga Masyarakat Jatim
Surabaya, (bisnisnasional.com) – Bicara terkait gender, tidak lepas dari pembahasan perempuan dan laki-laki. Secara biologis, memang perempuan dan laki-laki berbeda. Namun secara skil, kemampuan, pekerjaan, tugas dan kesempatan seringkali dibeda-bedakan.
Bahkan menurut riset yang dilakukan dalam dunia pekerjaan perempuan menjadi pengambil keputusan sangat rendah. Hal ini dikatakan Kepala Bidang Partisipasi Media Cetak dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (KPPPA), Susanti dalam Diskusi Peningkatan Pemahaman Pengarustamaan Genser Bagi Lembaga Masyarakat Jatim yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak & Kependudukan (DP3AK) Jatim bersama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Jatim pada 3-4 Desember 2019.
“Sehingga ketika ada pemberitaan yang sifatnya menindas kaum perempuan, maka beritanya tetap naik kemeja redaksi dan tayang sehingga menjadi konsumsi piblik. Karena itu kami berharap pada diri kita untuk lebih menyetarakan gender. Jangan bias gender seperti menyebut kata Janda, Cantik, Sexy dan lainnya yang akhirnya mengajak pembaca berasumsi bahwa perempuan patut menyandang seperti itu,” katanya.
Ketua Umum FJPI, Uni Lubis yang diwakili Tri Ambarwatie mengatakan, Kenapa perempuan sangat rendah menjadi pemegang keputusan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk dipromosikan menduduki jabatan atas.
Ruang redaksi masih dikuasai oleh jurnalis laki-laki. Jurnalis perempuan juga acapkali tidak mendapat hak yang sama, dianggap kurang tajam dalam penfiuman berita dan memiliki keterbatasan meliput dilapangan atau bidang tertentu. Juga masih mengalami pelecehan seksual dalam proses bekerja serta masih alami diskriminasi gaji.
“Beda atasan beda sajian yang ditayangkan. Kalau kita yang peduli kesetaraan gender maka tidak akan menampilkan berita yang menggiring ke bias gender. Namun banyak juga yang masih kurang peduli tentang gender sehingga mereka lebih pada pemilihan kata yang dianggap wah. Judul-judul yang mengajak orang untuk ingin membaca,” terangnya.
Dengan judul-judul yang seperti itu tentunya merugikan perempuan dan juga laki-laki. Karena itu, sebaiknya kurangi konten yang merugikan gender dimedia. Karena itu, peran media sangat penting dalam kesetaraan gender. Apalagi hiburan, masih kental dengan konten tidak adil gender. Seperti baru-baru ini yang rama adalah pamer isi ATM para artis.
Dosen komunikasi FISIP Unair yang juga Stikosa-AWS, Liestianingsih Dwi Dayanti, media juga seringkali memanfaatkan gender untuk kepentingan dan dijadikan bisnis bagi perusahaan. Bagaimana tidak, ketika membahas tentang Maskulin dan Feminim yang terjadi diluaran sana sudah bersiap untuk menjadikan bisnis. Ia mencontohkan, ketika bicara maskulin yang terlintas dibenak kita adalah pria macow.
“Akhirnya para pengusaha bikin susu macho dengan model pria berbadan six pack. Sementara bagi media sendiri, memang tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan punya nilai jual. Makanya kebanyakan menampilkan perempuan,” jelasnya.
Menurutnya, sebagai orang yang paham gender harus mengajak semua kalangan untuk menyetarakan gender. Media memang selalu memberika judul menarik dan tanpa disadari atau sadar telah bias gender.
“Seperti kata Cantik, Janda, dan lainnya. Kenapa harus demikian. Kadang juga antara judul dengan isi tidak sama. Jadi kalau menurut saya harus lebih berani saja, kita bisa mengemas lebih bagus tanpa harus bias gender, menyajikan yang benar-benar informatif bukan alab-abal supaya laku atau viewer banyak,” terangnya. (nisa)